Pendidikan Anak

HATI-HATI MEMBERI PUNISHMENT PADA ANAK

Oleh : Sri Anisa Prahasti

Dalam dunia pendidikan punishment dan reward (hukuman dan perngahrgaan) adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Baik hukuman atau penghargaan harus diberikan secara seimbang. Kelebihan memberikan hukuman/penghargaan keduanya akan berakibat tidak baik bagi perkembangan anak. Perkembangan yang diberikan secara berlebihan akan membuat anak tidak bisa merasakan perhargaan yang diberikan bahkan dia akan mudah tergantung dengan penghargaan tersebut. Sembarangan memberi hukuman juga akan berkaibat lebih fatal lagi.

Ada cerita menarik tentang anak bernama Usman, ia siswa kelas 5 di sebuah SD. Sebenarnya ia tidak bodoh. Bahkan ia unggul dalam beberapa mata pelajaran. Tapi karena sifatnya pelupa dan kurang teliti, ia sering mendapat hukuman karena tidak mengerjakan PR atau PRnya tertinggal. Suatu hari gurunya mengumumkan bahwa bagi siapa yang besok tidak mengerjakan PR, akan diberi hukuman melepas bajunya. Usman sangat ketakutan, tapi sayang yang terekam dikepalanya bukannya keinginan untuk giat mengerjakan PR tetapi esok paginya ia memakai pakaian rangkap ke sekolahnya.Usman berpikir jika nanti dia dihukum melepas baju seragam, ia masih berpakaian.

Lain lagi cerita Sholeh, anak kelas I SD Islam ini sangat hobi gojek dan bercanda dengan teman-temannya apapun yang ia ucapkan dan ia lakukan selalu menjadi bahan tertawaan teman-temannya. Akibat kelakuannya ini ia sering mendapat hukuman dari gurunya. Hukuman tersebut adalah menulis berlembar-lembar “aku tidak akan gojek lagi”, “aku tidak akan nakal lagi” dan sebagainya. Hukuman ini tidak membuat Sholeh jera. Bahkan sudah seperti jamuan rutin baginya. Gojek kemudian dihukum.

Sebagai pendidik yang baik dan profesional wajib mengkaji ulang berbagai model punishment yang kita berikan pada anak, sebaikmya jangan pernah memberi hukuman karena jengkel, kesal dan marah. Sangat bijaksana apabila sebelum memberi hukuman guru tahu terlebih dahulu peristiwa di balik layar. Kenapa anak lupa mengerjakan PR, mengapa anak suka gojek, mengapa suka datang terlambat dan lain-lain. “Mengapa” ini sangat kita perlukan.

Maka jika anda seorang guru dengan 30 anak didik maka seharusnya anda memiliki 30 pemahaman terhadap murd-murid anda. Ingat sedikit kesalahan anda bisa berakibat fatal untuk masa depan anak didik anda.

Kisah Miss Fatimah sangat menarik, perempuan berusia 33 tahun yangtelah mengajar hampir 10 tahun di sebuah SDIT ini sangat disukai dan disayang oleh anak-anak didiknya. Ibu guru Bahasa Indonesia ini sangat mudah mengenal nama-nama siswanya. Dan hampir semua siswa selalu merasa disayang dan diperhatikan oleh sang bu guru. Menariknya lagi Miss Fatimah juga pandai matematika, bahkan bahasa Inggris dan bahasa Jawa. Tidak jarang beliau membantu para siswa yangs edang kesulitan. Selain itu Miss Fatimah selalu mampu membuat anak merasa dihargai bahkan terhadap Dito si bandel dan selalu lupa mengerjakan PR. Ibu guru yang satu ini selalu punya trik untuk meluluhkan kebandelan Dito. Banyak guru yang mengeluh tentang kebandelan Dito, ia seolah tak pernah takut dengan hukuman apappun juga suatu hari pada saat jam pulang, miss Fatimah menyertakan sebuah kartu pesan pada Dito yang bertuliskan “Dito sayang, jangan lupa PRnya nak!” Pernah juga berupa pujian atas prestasi yang diraih Dito hari itu. Hasilnya sungguh luar biasa. Dito mulai berubah sedikit demi sedikit, kesempatan ini tak disia-siakan oleh miss Fatimah untuk mendekati Dito dan bertanya banyak tetang keluarganya, ternyata dugaan Miss Fatimah tak jauh meleset. Orang tua Dito yang pedagang itu ternyata kurang perhatian terhadap belajar Dito di rumah. Setelah dilakukan penyelesaian disana-sini masalah Dito pun semakin hari semakin berkurang dan kondisi Dito kian baik.

Lain lagi kisah Pak Surya, guru matematika yang tenang dan sabar ini, juga termasuk guru favorit. Meski mata pelajaran yang diampu Pak Surya termasuk momok, tapi tak membuat siswa takut dan jauh dengan beliau. Menurut Pak Surya kuncinya adalah sebagai guru dan pendidik kita harus menghargai kemampuan anak yang beragam. Tetap mengajari dan membimbing anak sebaik-baiknya, dan tidak memaksa anak untuk bisa mencapai satu target dalam pelajaran tersebut. Masalah hadiah/hukuman Pak Surya lebih suka mendiskusikan dengan anak-anak, kemudian dicapailah satu kata sepakat. Setalah sepakat dilaksanakan, Pak Surya masih harus bertanya kepada anak-anak bagaimana perasaan mereka saat mendapat hukuman atau mendapat hadiah. Kadang Pak Surya juga meminta anak yang lupa mengerjakan PR atau suka bikin gojek untuk menulis (mengarang) tentang apa dan mengapa dia melakukan hal itu. Sehingga Pak Surya tahu penyebab dari perilaku anak tersebut. Selain itu juga mengembangkan bakat menulis mereka.

Dari sekian kisah diatas bisa diambil beberapa point yang mesti dipahami, dimengerti , dibenahi dan terus dikembangkan menuju arah yang positif diantaranya :

  1. Hukuman seharusnya jatuh pada nomer kesekian dalam proses pendidikan anak. Pemberian hukuman juga harus disesuaikan dengan kondisi anak. Dan jangan pernah menghukum dalam keadaan emosi, marah atau kesal.
  2. Saatnya mengkaji setiap hukuman yang diberikan pada anak. Apakah berdampak positif atau sebaliknya semakin memperburuk kondisi anak. Kesalahan pendidikan diwaktu  sekarang bisa bersifat fatal pada kehidupan anak dimasa yang akan datang.
  3. Didiklah anak-anak dengan hati dan cinta, mereka adalah amanat yang harus dinaikan dengan sebaik-baiknya, jangan pernah merasa berjasa untuk merka, tapi karena merekalah kita terus banyak belajar.
«

Tinggalkan komentar